Gedung PWI Lampung Sesungguhnya Balai Wartawan, Kisah Kasih Rumah Bersama Jurnalis
Herman Batin Mangku.
Oleh Herman Batin Mangku*
BANYAK orang mengira Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung yang terletak di JL. A. Yani, Kota Bandarlampung, hanyalah kantor organisasi wartawan semata. Bangunan yang berdiri sejak era 1980-an itu sejatinya adalah Balai Wartawan, pusat kegiatan jurnalistik dan rumah bersama insan pers di Sai Bumi Ruwa Jurai.
Gedung ini dulunya bukan sekadar kantor organisasi. Ia adalah rumah bersama para wartawan dari berbagai media menulis, berdebat, berbagi rokok, hingga berebut telepon koin demi mengirim berita ke redaksi pusat di Jakarta. Suara mesin ketik beradu, menciptakan harmoni khas setiap hari.
Balai Wartawan Lampung berdiri dari niat tulus tokoh masyarakat. Raden Muhammad, akhir 1970-an. Dia menyerahkan sebidang tanah seluas ±720 m² beserta bangunan sederhana yang kini pas berada di samping Sekretariat Nasdem Lampung. Sebelum ditempati Nasdem, gedung tersebut Kantor Lampung Post.
Pada masa awal berdirinya, Balai Wartawan Lampung digagas sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, hingga menulis berita bagi para pewarta dari berbagai media. Di sinilah wartawan dari koran, majalah, hingga radio kala itu menjadikan ruang-ruang Balai Wartawan sebagai kantor redaksinya yang sebagian besar perwakilan media nasional di Jakarta.
Di satu sudut, wartawan berebut giliran memakai telepon umum koin. Suara mereka keras, melawan bising: “Halo, copy desk! Kirim berita, judul: Bupati Ditangkap!” Dari telepon itulah kabar Lampung melesat ke Jakarta, masuk halaman depan media nasional.
Situasi ini membuat Balai Wartawan benar-benar hidup, karena di dalamnya ada dinamika pers yang nyata: persaingan berita, kolaborasi liputan, hingga solidaritas sesama jurnalis.
Tidak sedikit tokoh pers dan media lokal Lampung yang lahir dari meja-meja kayu sederhana di gedung yang kemudian dinamakan Balai Wartawan H. Solfian Akhmad (pendiri SKH Lampung Post) yang juga pernah jadi ketua PWI Lampung.
Masa Keemasan Balai Wartawan 1980–1990-an, hampir semua media berkantor di sini: Lampung Post, Rakyat Lampung, Sumatera Ekspres Lampung. Perwakilan media nasional: Kompas, Republika, Tempo, Suara Pembaruan, Media Indonesia, dll.
Era Reformasi 1998, Balai Wartawan berubah fungsi jadi posko demokrasi. Aksi solidaritas wartawan, diskusi publik, hingga konferensi pers tokoh-tokoh reformasi digelar di sini. Menjadi simbol kebebasan pers Lampung.
Lebih dari Sekadar Gedung
Kini, meski perkembangan teknologi digital membuat wartawan bisa bekerja dari mana saja, peran Balai Wartawan Lampung tidak lantas hilang. Gedung ini tetap menjadi simbol kebersamaan insan pers, tempat lahirnya gagasan besar, sekaligus saksi perjalanan sejarah media di Lampung.
Karena itu, menyebutnya hanya sebagai “Kantor PWI” jelas kurang tepat. Gedung ini sesungguhnya adalah Balai Wartawan, rumah besar jurnalis Lampung lintas generasi dan lintas media.
Gedung ini terbukti telah lama berdiri tanpa renovasi berarti sejak tahun 1983. Kondisi bangunan menjadi perhatian bersama sampai akhirnya muncul upaya pemugaran signifikan oleh Pemerintah Provinsi Lampung .
Rehabilitasi Besar–Besaran oleh Pemerintah provinsi Lampung pada masa Gubernur Ridho Ficardo.
Pada tahun 2017, Pemprov Lampung, dipimpin oleh Gubernur Muhammad Ridho Ficardo, mencanangkan rehabilitasi Balai Wartawan. Tahap I rehabilitasi mengubah struktur dari dua lantai menjadi tiga lantai–menandakan kebangkitan peran balai untuk pelatihan dan pendidikan jurnalis .
Renovasi dilanjutkan dengan penyelesaian lantai tiga serta pemasangan pagar (pemagaran) pada tahun 2018. Gedung hasil renovasi tersebut secara resmi diresmikan oleh Gubernur M. Ridho Ficardo pada Rabu, 10 Oktober 2018. Acara ini juga dihadiri oleh Ketua PWI Pusat, Atal S. Depari.
Kini, Gedung Balai Wartawan Solfian Ahmad telah memiliki aula, ruang pelatihan, dan fasilitas modern. Kini, Balai Wartawan Lampung diakui sebagai gedung PWI provinsi termegah di Indonesia.
Seiring perkembangan teknologi digital dan media online, wartawan mulai bisa bekerja dari rumah atau langsung dari lapangan. Aktivitas di Balai Wartawan pun berkurang.
Namun, gedung ini tetap menjadi tempat pertemuan resmi PWI Lampung, konferensi pers, serta acara pelatihan jurnalistik. Meski wajahnya modern, esensi tetap sama: rumah besar wartawan Lampung lintas generasi.
PWI merupakan mitra pemerintah yang strategis dimna PWI merupakan anak Emas dibandingkan organisasi lain ,bisa kita lihat dari sisi bantuan PWI yang utama seperti dana hibah dan bantuan lainnya.
Dimasa Gubernur Arinal junaidi juga PWI Juga mendapatkan dana hibah tapi bukan untuk pembangunan dan rehap gedung kita belum tau peruntukan nya.
Mengapa Penting Disebut sebagai “Balai Wartawan”?
1. Asal-usulnya memang bukan kantor administrasi organisasi—melainkan ruang solidaritas, pendidikan, dan kolaborasi wartawan.
2. Tak hanya pengiriman berita atau sekretariat: bangunan ini memperkokoh hubungan antar media dan menjadi titik temu antar generasi.
3. Revitalisasi tak menghapus esensi: justru memperkuat fungsi balai sebagai pusat pengembangan kompetensi dan profesionalisme.
Meski wajahnya modern, esensi tetap sama: rumah besar wartawan Lampung lintas generasi. Kisah kasih perjalanan para jurnalis Lampung. Selamat terus berkarya wartawan Lampung.(Tim Redaksi)
*Editor wartawan ; ArmijiAbusani








