Menakar Ulang Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto.
Bandar Lampung ——-NEWS ANALIS.COM – Usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, terus memicu polemik di tengah masyarakat, meski secara formil usulan tersebut diklaim telah memenuhi syarat administratif yang diperlukan Dan sudah Selayaknya menurut jasa jasa Beliau sebagai Mantan Presiden .
Perdebatan ini menyoroti kompleksitas dalam menganalisis rekam jejak sejarah, manfaat gelar bagi pembangunan nasional, serta potensi dampak sosial yang ditimbulkannya.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul memastikan bahwa usulan Soeharto untuk diangkat sebagai Pahlawan Nasional telah memenuhi syarat-syarat formil yang dibutuhkan.
Gus Ipul menjelaskan bahwa gelar pahlawan memiliki syarat khusus, dan menurutnya, Soeharto telah memenuhi syarat tersebut.
Usulan tersebut juga telah melalui proses sidang berulang-ulang yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Dewan Gelar melalui mekanisme tertentu, meskipun keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan Dewan Gelar.
Mensos mengakui adanya masyarakat yang keberatan atau memiliki perbedaan pendapat terkait usulan ini, namun ia menganggap perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dan ini demokrasi untuk satu keputusan.
Selain Soeharto, Mensos juga menyebut tokoh lain yang diusulkan, termasuk Presiden Abdurrahman Wahid dan pejuang buruh Marsinah.
Analisis Rekam Jejak dan Manfaat Kunci
Di tengah proses ini, akademisi Universitas Lampung, Drs. R. Sigit Krisbintoro, menekankan pentingnya analisis mendalam sebelum penetapan gelar.
“Untuk mengusulkan seseorang menjadi pahlawan nasional, diperlukan analisis oleh sejarawan terhadap rekam jejak profil yang bersangkutan,” ujar dia di Bandar Lampung, Senin (3/11/2025).
Sigit memandang isu pemberian gelar ini dari aspek rekam jejak, manfaat, serta ekses negatif berupa polarisasi.
“Jika rekam jejak sejarahnya baik dan tidak tercela, maka pengusulan dapat dilanjutkan. Apabila pengusulan tersebut dipaksakan, yang perlu dipertanyakan adalah manfaat dari pemberian gelar pahlawan tersebut, baik secara nasional maupun daerah,” kata dia.
Manfaat gelar pahlawan tersebut harus mampu membangun nasionalisme dan kesadaran sejarah.
Sigit secara tegas menyatakan bahwa pemberian gelar tersebut tidak akan bermanfaat jika justru menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.
“Pemberian gelar pahlawan perlu mempertimbangkan aspirasi yang berkembang di masyarakat guna mencegah polarisasi. Aspirasi masyarakat seperti apa? Misalnya, seperti pada kasus pemberian gelar pahlawan kepada Sultan Hamid II dari Pontianak, Kalimantan Barat,” pungkas dia.
Diketahui, permohonan gelar pahlawan nasional Sultan Hamid II ditolak oleh Kementerian Sosial pada tahun 2019 karena pernah dihukum penjara.
Polemik Sultan Hamid II mencerminkan dilema antara jasa besarnya sebagai perancang lambang negara di satu sisi, dengan stigma tuduhan keterlibatannya dalam kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada tahun 1950, yang menyebabkan ia dihukum penjara dan dianggap pengkhianat bangsa dan negara oleh sebagian pihak.
Perdebatan seperti ini terus berlanjut dipicu oleh berbagai pandangan yang berbeda mengenai bagaimana menangani tokoh dengan catatan sejarah yang kompleks.
Syarat dan Penolakan Masyarakat Sipil
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, mekanisme pemberian Gelar Pahlawan Nasional melibatkan tahapan prosedural yang terstruktur, mulai dari pengajuan usul hingga penetapan oleh Presiden.
Pahlawan Nasional didefinisikan sebagai Gelar yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan, gugur atau meninggal demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa.
Syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi antara lain adalah pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, politik, atau bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
Calon juga harus melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya, serta memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi.
Namun demikian, usulan gelar untuk Soeharto mendapat penolakan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil Lampung .
Mereka Menuntut kasus pelanggaran Ham Berat Selama Pak Harto menjadi Presiden dan berkuasa selama 32 tahun kelompok ini memintah pemerintah sekarang menuntaskan pelanggaran Ham tersebut. .(Tim Redaksi)
Editor ArmijiAbusani






